Ah, gue pengen cerita pengalaman training yang gue ikutin beberapa
minggu yang lalu. Gue memang hobi ikutan training. Training apa aja,
mulai nulis, jurnalistik, motivasi, bisnis, dll. Apalagi kalau
pematerinya udah berpengalaman dalam praktek dari training yang
diberikan. Wah, lebih nancep lagi itu! Intinya, gue memang hobi
cari-cari pengalaman baru. Siapa pun pematerinya. Ilmu yang bagus
diambil, yang jelek tinggalin. Filternya cukup akidah dan syariat Islam.
Gue memang gitu. Nggak sektarian apalagi vegetarian hehehe.. Openmind.
Oke, back to pengalaman gue…
Jadi gini Bro en Sis sobat gaulislam, Mas Trainer (begitu aja ya
nyebut nama beliau hehe..), nyuruh kami –peserta training- untuk nulis
kalimat yang ia diktekan dengan tangan kanan sebanyak lima kali. Gue
lupa kalimatnya. Tapi, ya namanya terbiasa dengan tangan kanan of course
jadi pada cepet lah nulisnya. Lancar! Berikutnya, dengan kalimat yang
sama, kami disuruh lagi nulis dengan tangan KIRI! Heboh deh. Udah pada
nggak jelas dan mencong semua tulisannya. Mirip sandi morse nggak
karuan.
Berikutnya, kita disuruh lagi gambar pemandangan. Terus beliau tanya,
“Kalian gambar apa tadi pemandangannya? Pada ngacung ya kalo saya sebut
apa yang kalian gambar?” Maka pada ngacunglah sebagian besar para
peserta yang ngegambar ‘gunungnya dua’, ‘ada matahari di tengahnya’,
terus ‘ada jalan kecil di bawah dua gunung itu’ bla bla bla. Setelah itu
kami semua diberi tepuk tangan dan diberi pujian sebagai pelajar yang
SUKSES! Sukses dimindset oleh sistem pendidikan yang ada hingga saat
ini. Nggak ‘out of box’. Nggak kreatif. Kalo dalam bahasa
bisnisnya pak Ippho Santosa, nggak ada ‘Pembeda Abadi’-nya alias
diferensiasi atau ciri khas. Set daaah.. kesian deh kamiii hikz…
Apa itu mindset?
Hikmah apa yang bisa diambil dari ‘game’ yang diberi oleh trainer
yang gue ceritain tadi? Yup, pasti ada kesulitan bila kita melakukan
hal-hal yang tidak biasa kita lakukan dan menjadi sangat mudah bila kita
sudah terbiasa melakukan apa yang sering kita lakukan. Sambil merem pun
bisa saking terbiasanya. Selain itu, akan sulit juga mengubah cara
pandang/pemahaman diri kita sendiri demikian juga dalam mengubah cara
pandang/pemahaman orang lain. You got it? Paham kan ya maksudnya?
Nah, pas blogwalking nih, gue nemu blog cakep: www.mindset-portal.blogspot.com.
Ada tulisan gede yang berisikan kalimat yang cakep en nendyaang! Woo,
segitunya. Eh, tapi beneran. Nih: “Mindset adalah pola pikir yang
mempengaruhi pola kerja. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh pola
pikirnya. Seseorang melakukan sesuatu karena didorong dan digerakkan
oleh pola pikirnya. Jadi, kalau kita mau mengubah perilaku seseorang
maka pola pikirnya dulu yang harus diubah. Pola pikir berubah, perilaku
pasti berubah!”
Pendek kata: Pola Pikir mempengaruhi Pola Sikap.
Bro en Sis, ngobrolin masalah mindset or pola pikir yang mempengaruhi
pola sikap ini, jadi ngingetin gue ama pemikiran Islam yang gue
pelajari. Masalah pemikiran ini pertama kali gue temui malah saat
belajar Islam intensif. Loh? Kok? Iya. Saat gue pertama belajar Islam,
mindset gue yang awalnya belajar Islam itu norak, nggak level, akhirnya
jadi terbongkar habis. Iya, habis! Habis-habisan dipreteli. Kok bisa?
Karena mindset gue berhasil diubah. Berubah begitu gue berhasil memahami
apa itu definisi sekuler dan realitanya. Juga saat gue memahami jilbab
dan khimar plus aplikasinya dalam kehidupan. Jadi untuk mengubah mindset
memang kudu kerja keras. Di sini ada kinerja informasi, fakta-fakta,
panca indera dan otak yang dikenal dengan ‘proses berpikir’ untuk bisa
mengubah mindset gue.
Awalnya yang gue ngeh kalo jilbab itu buat menutup kepala dan nggak
harus selalu dipake. Begitu gue jalani bener-bener proses berpikir en
berhasil membuat gue paham. Akhirnya gue ngeh kalo jilbab itu ternyata
pakaian lebar tidak berpotongan, tidak tipis dan nggak menerawang.
BTW, kalo buat nutup rambut, kepala, sampe dada itu baru namanya khimar
alias kerudung. Kudu dipake selama di luar rumah atau di dalam rumah
saat ada nonmahram. Walaupun awal-awalnya ribet dan harus sosialisasi
dengan keluarga besar gue, alhamdulillah gue masih keukeuh berhijab syar’i.
Dulunya gue ngehnya kalo udah lulus jadi sarjana kudu kerja. Kerja
kantoran. Biar banyak duit hehehe. Eh, begitu gue program ulang mindset
gue, ternyata seorang muslimah nggak ada kewajiban untuk mencari nafkah.
Sebelum ia menikah, maka kewajiban ortunya untuk menafkahi atau wali
atau sodara laki-laki, paman dan seterusnya yang masih terkait
mahromnya. Kalo di antara mereka nggak mampu, maka tugas negara yang
menjamin kesejahteraannya. Kalo dia udah nikah, maka kewajiban suaminya
untuk menafkahi. Idealnya seperti itu di dalam Islam. Karena pada
intinya mencari nafkah bagi muslimah itu adalah mubah selama aktivitas
kerjanya juga halal. Alhamdulillah, dengan mindset yang udah berubah,
atas ijin Allah akhirnya gue bisa membantu suami mencari nafkah tanpa
harus ninggalin keluarga lama-lama.
Buat kalian yang masih imut en jomblo? Pasti mindset-nya hidup akan
bahagia kalo punya pacar. Hahaha… ayo, ngaku! “Kalo iya kenapa? Masalah
buat elo?” … Ih, kok nyautnya gitu? Masalah dong. Itu namanya mendekati
zina, memupuk syahwat hawa nafsu dan ujung-ujungnya pun gaul bebas.
Gimana pun juga nikmatnya beginian tetep menjadi maksiat. Biarpun LDR-an
(pekan kemarin dibahas di gaulislam edisi 255 ya. Coba cek lagi dah!).
Nah, kudu bisa berubah tuh mindset-nya! Susah? Bisa! Pasti bisa!
Susahnya aplikasi mindset
Yup! Aplikasi dari berubahnya mindset memang susah. Untuk mengubah
mindset-nya aja juga susah. Kenapa? Karena belum terbiasa. Itu aja
jawabannya. Jadi kudu dibiasakan. Pas banget, kan ama yang disampekan
ama si Mas Trainer. Peserta pada kalang-kabut disuruh nulis pake tangan
kiri. Ya sebenernya karena nggak terbiasa aja.
Jadi, kudu kerja keras, Sob! Kerja otak untuk mengubah mindset dan
kerja fisik buat teraplikasikannya mindset kita ke dalam pola sikap.
Buang jauh-jauh yang menjadi ‘mental block’ kita. Apa itu ‘mental
block’? Perasaan yang menghalangi terlaksananya aktivitas kita. Yup!
Kayak rasa su’udzon, pesimis, ketakutan yang mengada-ada plus godaan
syaitan yang terkutuk. Berhubung, Islam adalah landasan paling mendasar
dalam pembentukan mindset kita plus aplikasi ke pola sikap, maka kita
harus yakin! Kita BISA!
Let’s make it happen
Nah, supaya energi dan pikiran positifmu semakin keren. Coba deh
simak sekilas kultwit dari mas @seHARIADI, onliner marketing strategist
yang ehem ini hehehe: #AnakMUDAituBiasanya
suka menyebarkan Kebaikan, gak suka berkumpul utk hal krg baik… |
KREATIF, membangun negerinya| setia akan cintanya, berusaha segera
menikahi | menjauhi Narkoba, lebih senang berwirausaha utk membangun
negeri lbh baik |selalu mengajak kebaikan, suka dzikir| lbh suka Nikah
drpda pacaran. | menjadi pencetus Perubahan lbh baik #wiRABUsahA. Gimana, menurutmu, keren nggak kulrwitnya?
So, bisa karena biasa. Ubah mindset-mu yang negatif menjadi
positif agar potensimu melejit. Sekarang? Nggaaak, taon depan! Hadeuuh..
ya, sekarang lah! Mumpung masih muda. Masih hidup. Sehat lahir batin
dan dikaruniai iman Islam. Hamasah!
Bagaimana dengan bisa karena belajar?
Nah, itu lebih bagus lagi Bro en Sis. Bisa karena biasa aja kamu jadi
mahir, apalagi bisa karena belajar. Tetapi jelas ada bedanya. Kalo bisa
karena biasa cenderung “feeling” yang jalan, tetapi kalo bisa karena
belajar memang dia melihat dan membaca fakta, menganalisis,
membandingkan, dan akhirnya menyimpulkannya untuk menjalankan hasil
keputusan atas pilihanmu. Lebih ajeg cara pandangnya.
Contohnya gimana? Gini deh. Kamu yang bisa baca al-Quran dengan
terbiasa mendengarkan bacaan ayat al-Quran yang diperdengarkan di
telingamu lewat MP3 (misalnya), akan berbeda kualitasnya jika kamu bisa
baca al-Quran karena mempelajarinya langsung huruf per huruf lalu cara
membacanya (dan mungkin ‘melagukannya’). Bahwa yang bisa baca al-Quran
dari biasa mendengarkannya via CD atau MP3, memang bisa. Tetapi, dia
belum tentu tahu hurufnya, hanya bisa ‘mengatakannya’ lagi dari apa yang
dia dengar. Berbeda dengan yang belajar beneran, lebih keren hasilnya.
Ok? Catet deh!
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Sebenarnya urusan
mindset dalam Islam jauh lebih keren dari sekadar yang kini marak
disampaikan para motivator atau inspirator atau trainer. Bener. Nggak
percaya? Baca saja al-Quran, baca hadits, baca pendapat-pendapat para
ulama, atau ‘syair-syair’ para ulama (seperti dalam buku kumpulan Kalam Hikmah Imam Syafi’i).
Kok kita nggak tahu dan baru ngeh setelah dikasih tahu para motivator
atau yang ngasih training? Itu karena kita sebagai muslim malas belajar
Islam. Jadi nggak ngeh dengan ajaran agamanya sendiri.
Sebagai bukti, dalam al-Quran misalnya, “Karena sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu
ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada
Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS al-Insyirah [94]: 5-8)
Bro en Sis pembaca setia gaulislam, itu baru satu ayat lho yang bisa
memberikan semangat, masih banyak ribuan ayat lain juga hadis dan
perkataan para ulama. Lebih keren dari sekadar motivasi biasa yang
disampaikan manusia. Misalnya nih, dalam hadis, Rasulullah saw.
bersabda: “Orang yang berkata jujur akan mendapatkan 3 hal: kepercayaan,
cinta, dan kehormatan” (HR Muslim)
Hadis ini keren banget dalam ‘memotivasi’ kita. Cuma sayangnya kita
lebih mudah terpukau dengan perkataan manusia biasa. BTW, Sebenarnya
nih, yang gue tulis di awal tadi dalam sebuah situs tentang pengertian
mindset, dalam Islam udah lama dikenal istilah kepribadian atau
syakhsiyah. Kalo kepribadiannya Islam, namanya syakhsiyah islamiyah.
Kepribadian itu terbentuk dari pola pikir dan pola sikap. Keduanya ini
akan membentuk pemahaman dan nantinya akan melahirkan suluk alias perilaku yang tentu saja sesuai dengan kepribadiannya. Islam keren banget dah!
Ayo belajar Islam dengan benar dan baik, karena segala problem hidupmu insya Allah ada jawabannya dalam Islam. Yakin itu!
0 komentar:
Posting Komentar