skip to main |
skip to sidebar
di
04.20
Oleh: Badrul Tamam
Al-hamdulillah, segala puji bagi Allah,
Rabb semesta Alam. Tidak ada tuhan yang sebenarnya kecuali Dia semata,
tidak beranak dan tidak diperanakkan. Shalawat dan salam teruntuk
Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Nuansa Natal di negeri yang mayoritas
muslim ini sudah sangat terasa kemeriahannya. Mall-mall dan pusat
perbelanjaan menggelar event-event bertemakan natal. Semua itu untuk
memeriahkan hari crismash yang diyakini kaum Nasrani sebagai hari
kelahiran al Masih atau Jesus yang diklaim sebagai tuhan atau anak
Tuhan.
Dalam akidah Islam Al-Masih Isa bin Maryam adalah Nabi dan Rasul Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dia bukan anak Tuhan dan bukan Tuhan itu sendiri. Bahkan Allah Ta’ala
telah membantah di banyak ayat-Nya terhadap tuduhan bahwa Dia menjadikan
Isa sebagai putera-Nya,
وَأَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا
“Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak.” (QS. al-Jin: 3)
بَدِيعُ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ
صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dia Pencipta langit dan bumi.
Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia
menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-An’am: 101)
Allah mengabarkan bahwa Dia Mahakaya tidak butuh kepada yang lainnya. Dia tidak butuh mengangkat seorang anak dari makhluk-Nya.
قَالُوا
اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ هُوَ الْغَنِيُّ لَهُ مَا فِي
السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ إِنْ عِنْدَكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ بِهَذَا
أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Mereka (orang-orang Yahudi dan
Nasrani) berkata: "Allah mempunyai anak". Maha Suci Allah; Dia-lah Yang
Maha Kaya; kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi. Kamu tidak mempunyai hujjah tentang ini. Pantaskah kamu mengatakan
terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (QS. Yunus: 68)
Sesungguhnya umat Kristiani telah
berlaku lancang kepada Allah dengan menuduh-Nya telah mengangkat seorang
hamba dan utusan-Nya sebagai anak-Nya yang mewarisi sifat-sifat-Nya.
Karena ucapan mereka ini, hampir-hampir membuat langit dan bumi pecah
karenanya.
"Dan mereka berkata: 'Tuhan Yang
Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak'. Sesungguhnya kamu telah
mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit
pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh,
karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak
layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak
ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan
Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba." (QS. Maryam: 88-93)
Maka tidak mungkin seorang muslim yang
mentauhidkan Allah akan ikut serta, mendukung, mengucapkan selamat atas
perayaan Natal, dan bergembira dengan perayaan-perayaan hari raya
tersebut yang jelas-jelas menghina Allah dengan terang-terangan.
Keyakinan ini membatalkan peribadatan kepada Allah, karena inilah Allah
Ta'ala menyifati Ibadurrahman bersih dari semua itu:
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ
"Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu. . ." (QS. Al Furqaan: 72) Makna al Zuur,
adalah hari raya dan hari besar kaum musyrikin sebagaimana yang
dikatakan Ibnu Abbas, Abul 'Aliyah, Ibnu sirin, dan ulama lainnya dari
kalangan sahabat dan tabi'in.
Namun di tengah-tengah zaman penuh
fitnah ini, prinsip akidah yang sudah tertera sejak 1400 tahun yang lalu
mulai digoyang dan dianulir atas nama toleransi. Dengan dalih kerukunan
antarumat beragama, sebagian umat Islam ikut-ikutan merayakan dan
memeriahkan hari besar kufur dan syirik ini. Sebagian mereka dengan suka
rela mengucapkan selamat kepada orang-orang kafir atas hari raya mereka
yang berisi kekufuran dan kesyirikan terebut.
Lebih tragis lagi, pembenaran saling
mengucapkan selamat atas hari raya antar umat beragama dilontarkan oleh
para tokoh intelektual Muslim. Tidak sedikit mereka yang bergelar
Profesor dan Doktor.
Prof. Dr. Sofjan Siregar, MA dalam isi
materi yang disampaikannya dalam pengajian ICMI Eropa bekerjasama dengan
pengurus Masjid Nasuha di Rotterdam, Belanda, Jumat (17/12/2010),
menyimpulkan bahwa mengucapkan selamat Natal oleh seorang muslim
hukumnya mubah, dibolehkan. Menurutnya masalah mengucapkan selamat Natal
adalah bagian dari mu’amalah, non-ritual. Yang pada prinsipnya semua
tindakan non-ritual adalah dibolehkan, kecuali ada nash ayat atau hadits
yang melarang. Dan menurut Sofjan, tidak ada satu ayat Al Quran atau
hadits pun yang eksplisit melarang mengucapkan selamat atau salam kepada
orang non-muslim seperti di hari Natal. (Detiknews.com, Ahad:
19/12/2010)
Prof. Dr. HM. Din Syamsuddin MA, Ketua
Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, mengaku terbiasa mengucapkan
selamat Natal kepada pemeluk Kristen.
"Saya tiap tahun memberi ucapan selamat
Natal kepada teman-teman Kristiani," katanya di hadapan ratusan umat
Kristiani dalam seminar Wawasan Kebangsaan X BAMAG Jatim di Surabaya
(10/10/2005).
Fatwa Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Utsaimin
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullaah ditanya
tentang hukum mengucapkan selamat natal kepada orang kafir. “Apa hukum
mengucapkan selamat hari raya Natal kepada orang-orang kafir? Dan
bagaimana kita membalas jika mereka mengucapkan Natal kepada kita?
Apakah boleh mendatangi tempat-tempat yang menyelenggarakan perayaan
ini? Apakah seseorang berdosa jika melakukan salah satu hal tadi tanpa
maksud merayakannya? Baik itu sekedar basa-basi atau karena malu atau
karena terpaksa atau karena hal lainnya? Apakah boleh menyerupai mereka
dalam hal itu?
Beliau rahimahullaah menjawab
dengan tegas, “Mengucapkan selamat kepada orang-orang kafir dengan
ucapan selamat Natal atau ucapan-ucapan lainnya yang berkaitan dengan
perayaan agama mereka hukumnya HARAM sesuai kesepakatan ulama. Sebagaimana kutipan dari Ibnul Qayyim rahimahullaah dalam bukunya Ahkam Ahl Adz-Dzimmah, beliau menyebutkan:
“Mengucapkan selamat kepada syiar agama
orang kafir adalah haram berdasarkan kesepakatan (ulama). Seperti
mengucapkan selamat atas hari raya dan puasa mereka dengan mengatakan 'Ied Muharak 'Alaik
(hari raya penuh berkah atas kalian) atau selamat bergembira dengan
hari raya ini dan semisalnya. Jika orang yang berkata tadi menerima
kekufuran maka hal itu termasuk keharaman, statusnya seperti mengucapkan
selamat bersujud kepada salib. Bahkan, di sisi Allah dosanya lebih
besar dan lebih dimurkai daripada mengucapkan selamat meminum arak,
selamat membunuh, berzina, dan semisalnya. Banyak orang yang tidak paham
Islam terjerumus kedalamnya semantara dia tidak tahu keburukan yang
telah dilakukannya. Siapa yang mengucapkan selamat kepada seseorang
karena maksiatnya, kebid'ahannya, dan kekufurannya berarti dia menantang
kemurkaan Allah.”Demikian ungkapan beliau rahimahullaah.
Haramnya mengucapkan selamat kepada kaum
kuffar atas hari raya agama mereka, sebagaimana dipaparkan oleh Ibnul
Qayyim, karena di dalamnya terdapat pengakuan atas syi’ar-syi’ar
kekufuran dan ridha terhadapnya walaupun dia sendiri tidak ridha
kekufuran itu bagi dirinya. Kendati demikian, bagi seorang muslim
diharamkan ridha terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran atau mengucapkan
selamat dengan syi’ar tersebut kepada orang lain, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak ridha terhadap semua itu, sebagaimana firman-Nya,
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Jika kamu kafir, maka sesungguhnya
Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridai kekafiran bagi
hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridai bagimu
kesyukuranmu itu.” (QS. Al-Zumar: 7)
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3) dan
mengucapkan selamat kepada mereka dengan semua itu adalah haram, baik
ikut serta di dalamnya ataupun tidak.”
Jika mereka mengucapkan selamat hari
raya mereka kepada kita, hendaknya kita tidak menjawabnya, karena itu
bukan hari raya kita dan Allah Ta’ala tidak meridhai hari raya tersebut,
baik itu merupakan bid’ah atau memang ditetapkan dalam agama mereka.
Namun sesungguhnya itu telah dihapus dengan datangnya agama Islam yang
dengannya Allah telah mengutus Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada seluruh makhluk. Allah telah berfirman tentang agama Islam,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain
dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85).
Seorang muslim haram memenuhi undangan
mereka dalam perayaan ini, karena ini lebih besar dari mengucapkan
selamat kepada mereka, karena dalam hal itu berarti ikut serta dalam
perayaan mereka. Juga diharamkan bagi kaum muslimin untuk menyamai kaum
kuffar dengan mengadakan pesta-pesta dalam momentum tersebut atau saling
bertukar hadiah, membagikan permen, parsel, meliburkan kerja dan
sebagainya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Ibnu Hibban)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullaah dalam bukunya Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim Mukhalafah Ashab al-Jahim
menyebutkan, “Menyerupai mereka dalam sebagian hari raya milik mereka
menumbuhkan rasa senang pada hati mereka (kaum muslimin) terhadap
keyakinan batil mereka. Dan bisa jadi memberi makan pada mereka dalam
kesempatan itu dan menaklukan kaum lemah.” Demikian ucapan beliau rahimahullah.
Dan barangsiapa melakukan di antara
hal-hal tadi, maka ia berdosa, baik ia melakukannya sekedar basa-basi
atau karena mencintai, karena malu atau sebab lainnya. Karena perbuatan
tersebut termasuk bentuk mudahanan (penyepelan) terhadap agama
Allah dan bisa menyebabkan teguhnya jiwa kaum kuffar dan membanggakan
agama mereka. (Al-Majmu’ Ats-Tsamin, Syaikh Ibnu Utsaimin, juz 3 diunduh dari situs islamway.com)
0 komentar:
Posting Komentar