Takbir Cinta Zahrana
(Sebuah Novelet Pembangun Jiwa)
kisah ke empat
Hari pernikahan Zahrana semakin dekat. Zahrana telah
memilih gaun pengantinnya. Gaun pengantin Muslimah
hijau muda yang sangat anggun. la memang suka warna
hijau muda. Gaun pengantin itu ia beli dari butik
Muslimah terkemuka di Solo.
Sore itu, ia mencoba gaun itu di kamarnya. Sambil
memandang wajahnya ke cermin ia berkata,
"Akhirnya aku akan jadi pengantin juga. Aku akan punya
suami. Aku akan hidup membina rumah tangga layaknya
yang lain."
Hatinya berbunga-bunga. la bahagia. Jika boleh
meminta ia masih ingin meminta akad nikah dan
walimatul ursy-nya. dipercepat lagi saja. Ia ingin
segera mengatakan pada dunia bahwa ia juga berhak
hidup wajar seperti yang lainnya. Hidup berkeluarga.
Memiliki suami yang baik dan setia. Dan kelak memiliki
anakanak yang menjadi penyejuk jiwa.
Tiba-tiba hp-nya. berdering. Satu SMS masuk,
"Apa kabar perawan tua? Jika kau telah beli gaun
pengantin. Sebaiknya kaukembalikan saja. Kau tak akan
memakainya di hari pernikahan yang telah kautentukan.
Kau masih akan lama menyandang statusmu sebagai
perawan tua. Bukankah jadi perawan tua itu indah. Tiap
saat dilamar banyak orang dan bisa dengan
semenamena menolaknya. Kenapa kau tidak
menikmatinya saja? Kenapa tergesa-gesa? Demi
memilih gaun pengantinnya. Gaun pengantin Muslimah
hijau muda yang sangat anggun. la memang suka warna
hijau muda. Gaun pengantin itu ia beli dari butik
Muslimah terkemuka di Solo.
Sore itu, ia mencoba gaun itu di kamarnya. Sambil
memandang wajahnya ke cermin ia berkata,
"Akhirnya aku akan jadi pengantin juga. Aku akan punya
suami. Aku akan hidup membina rumah tangga layaknya
yang lain."
Hatinya berbunga-bunga. la bahagia. Jika boleh
meminta ia masih ingin meminta akad nikah dan
walimatul ursy-nya. dipercepat lagi saja. Ia ingin
segera mengatakan pada dunia bahwa ia juga berhak
hidup wajar seperti yang lainnya. Hidup berkeluarga.
Memiliki suami yang baik dan setia. Dan kelak memiliki
anakanak yang menjadi penyejuk jiwa.
Tiba-tiba hp-nya. berdering. Satu SMS masuk,
"Apa kabar perawan tua? Jika kau telah beli gaun
pengantin. Sebaiknya kaukembalikan saja. Kau tak akan
memakainya di hari pernikahan yang telah kautentukan.
Kau masih akan lama menyandang statusmu sebagai
perawan tua. Bukankah jadi perawan tua itu indah. Tiap
saat dilamar banyak orang dan bisa dengan
semenamena menolaknya. Kenapa kau tidak
menikmatinya saja? Kenapa tergesa-gesa? Demi
kebaikanmu sendiri, sebaiknya kaukembalikan saja gaun
pengantinmu itu. Jadilah perawan tua selamanya."
Ia kaget. SMS berisi kata-kata teror itu muncul lagi.
Entah kenapa, kali ini ia tidak setenang dulu
menghadapai SMS teror itu. Kali ini ia sangat marah.
Rasanya ia ingin membunuh orang yang mengirim SMS
kurang ajar itu. Dengan sangat geram ia membalas,
"Semoga laknat Allah mengenaimu hai iblis tua! Semoga
kau menemui ajalmu dalam keadaan hina di mata
manusia!"
* * *
Persiapan perhelatan akad nikah dan walimatul ursy di
rumah Zahrana nyaris sempurna. Besok acara
pernikahan itu akan berlangsung. Rumah itu kini ramai
dengan orang. Anak-anak kecil berlarian main
kejarkejaran.
Pengeras suara telah dipasang. Lagu-lagu khas pesta
pernikahan dinyalakan. Sore itu syair lagu dari group
kasidah Nasyida Ria berkumandang,
Duhai senangnya pengantin baru.
Duduk bersanding bersenda gurau.
Zahrana tersenyum. Besok ia akan mengalaminya.
Duduk bersanding dengan suaminya. Zahrana ingin
membantu kaum ibu di dapur menyiapkan segala
sesuatu. Tapi mereka meminta Zahrana istirahat saja.
pengantinmu itu. Jadilah perawan tua selamanya."
Ia kaget. SMS berisi kata-kata teror itu muncul lagi.
Entah kenapa, kali ini ia tidak setenang dulu
menghadapai SMS teror itu. Kali ini ia sangat marah.
Rasanya ia ingin membunuh orang yang mengirim SMS
kurang ajar itu. Dengan sangat geram ia membalas,
"Semoga laknat Allah mengenaimu hai iblis tua! Semoga
kau menemui ajalmu dalam keadaan hina di mata
manusia!"
* * *
Persiapan perhelatan akad nikah dan walimatul ursy di
rumah Zahrana nyaris sempurna. Besok acara
pernikahan itu akan berlangsung. Rumah itu kini ramai
dengan orang. Anak-anak kecil berlarian main
kejarkejaran.
Pengeras suara telah dipasang. Lagu-lagu khas pesta
pernikahan dinyalakan. Sore itu syair lagu dari group
kasidah Nasyida Ria berkumandang,
Duhai senangnya pengantin baru.
Duduk bersanding bersenda gurau.
Zahrana tersenyum. Besok ia akan mengalaminya.
Duduk bersanding dengan suaminya. Zahrana ingin
membantu kaum ibu di dapur menyiapkan segala
sesuatu. Tapi mereka meminta Zahrana istirahat saja.
Maka setelah shalat Isya ia langsung tidur, agar besok
ia benar-benar fresh dan segar.
Lagu-lagu bahagia masih mengalun. Di luar kamarnya
kesibukan terus berjalan sebagaimana mestinya. Anakanak
kecil tertawa-tertawa bahagia.
Mereka berlarian sambil memegang kue di tangannya.
Zahrana tidur dalam kebahagiaan tiada terkira. Lagu
yang terakhir ia dengar adalah alunan suara Nasyida
Ria,
Duhai senangnya pengantin baru.
Duduk bersanding bersenda gurau.
Ia benar-benar tidur pulas dan nyenyak. Jam setengah
tiga malam ia dibangunkan. Tidur bahagianya hilang. Ia
kaget ada keributan. Ibunya menangis menjerit-jerit
seperti orang kesurupan. Bapaknya terpekur di kursi
seperti patung. Linalah yang membangunkannya.
"Ada apa ini Lin?" tanyanya heran. Ada kecemasan luar
biasa yang tiba-tiba masuk dalam hatinya.
Lina yang ia tanya malah menangis.
"Rahmad Rana? Rahmad calon suamimu Rana!"
"Ada apa dengan Rahmad?"
Lina tidak menjawab malah semakin keras terisakisak.
Paman Rahmad yang ternyata ada di situ menjawab,
"Rahmad telah tiada, Anakku! Rahmad meninggal dunia!"
"Apa!!?" Ia kaget bagai tersengat listrik beribu-ribu
volt.
ia benar-benar fresh dan segar.
Lagu-lagu bahagia masih mengalun. Di luar kamarnya
kesibukan terus berjalan sebagaimana mestinya. Anakanak
kecil tertawa-tertawa bahagia.
Mereka berlarian sambil memegang kue di tangannya.
Zahrana tidur dalam kebahagiaan tiada terkira. Lagu
yang terakhir ia dengar adalah alunan suara Nasyida
Ria,
Duhai senangnya pengantin baru.
Duduk bersanding bersenda gurau.
Ia benar-benar tidur pulas dan nyenyak. Jam setengah
tiga malam ia dibangunkan. Tidur bahagianya hilang. Ia
kaget ada keributan. Ibunya menangis menjerit-jerit
seperti orang kesurupan. Bapaknya terpekur di kursi
seperti patung. Linalah yang membangunkannya.
"Ada apa ini Lin?" tanyanya heran. Ada kecemasan luar
biasa yang tiba-tiba masuk dalam hatinya.
Lina yang ia tanya malah menangis.
"Rahmad Rana? Rahmad calon suamimu Rana!"
"Ada apa dengan Rahmad?"
Lina tidak menjawab malah semakin keras terisakisak.
Paman Rahmad yang ternyata ada di situ menjawab,
"Rahmad telah tiada, Anakku! Rahmad meninggal dunia!"
"Apa!!?" Ia kaget bagai tersengat listrik beribu-ribu
volt.
"Rahmad mati tertabrak kereta api!" lanjut Paman
Rahmad.
"Oh tidak! Tidak! Tidaaak!" Zahrana menjerit histeris.
Jeritannya menyayat hati siapa saja yang
mendengarnya. Setelah itu ia pingsan seketika. Semua
yang ada di rumah itu terpukul. Para tetangga Zahrana
yang mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi ikut
sedih dan meneteskan airmata.
Para tetangga itu lalu bertanya satu-sama-lain,
"Kenapa ini bisa terjadi? Bagaimana Rahmad bisa
tertabrak kereta api? Di malam menjelang akad nikah,
bukankah sebaiknya ia di rumah saja istirahat? Kenapa
bisa sampai tertabrak kereta api? Apa yang ia lakukan
sebenarnya?"
Paman Rahmad menjelaskan,
"Habis shalat Maghrib tadi ada yang menelpon hpnya.
Katanya teman lama ingin bertemu di Pasar Mranggen.
Rahmad minta temannya itu datang ke rumah saja. Tapi
temannya itu mengatakan tidak bisa. Temannya itu
memaksa Rahmad pergi menemuinya. Karena berkaitan
dengan bisnis yang sangat pen ting. Dan Rahmad akan
diajak sedikit mengetahui prospeknya. Akhirnya
Rahmad pergi. Sekalian beli peci baru. Sebenarnya
keluarga melarang, tapi Rahmad memaksa pergi. Ia
memaksa pergi sendirian. Saudara sepupunya mau ikut
bersamanya tapi dilarangnya dengan alasan tenaga
saudara sepupunya itu sangat dibutuhkan di rumah.
Sampai jam sepuluh malam Rahmad belum juga pulang.
Sebagian orang cemas, sebagian yang lain marah,
Rahmad.
"Oh tidak! Tidak! Tidaaak!" Zahrana menjerit histeris.
Jeritannya menyayat hati siapa saja yang
mendengarnya. Setelah itu ia pingsan seketika. Semua
yang ada di rumah itu terpukul. Para tetangga Zahrana
yang mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi ikut
sedih dan meneteskan airmata.
Para tetangga itu lalu bertanya satu-sama-lain,
"Kenapa ini bisa terjadi? Bagaimana Rahmad bisa
tertabrak kereta api? Di malam menjelang akad nikah,
bukankah sebaiknya ia di rumah saja istirahat? Kenapa
bisa sampai tertabrak kereta api? Apa yang ia lakukan
sebenarnya?"
Paman Rahmad menjelaskan,
"Habis shalat Maghrib tadi ada yang menelpon hpnya.
Katanya teman lama ingin bertemu di Pasar Mranggen.
Rahmad minta temannya itu datang ke rumah saja. Tapi
temannya itu mengatakan tidak bisa. Temannya itu
memaksa Rahmad pergi menemuinya. Karena berkaitan
dengan bisnis yang sangat pen ting. Dan Rahmad akan
diajak sedikit mengetahui prospeknya. Akhirnya
Rahmad pergi. Sekalian beli peci baru. Sebenarnya
keluarga melarang, tapi Rahmad memaksa pergi. Ia
memaksa pergi sendirian. Saudara sepupunya mau ikut
bersamanya tapi dilarangnya dengan alasan tenaga
saudara sepupunya itu sangat dibutuhkan di rumah.
Sampai jam sepuluh malam Rahmad belum juga pulang.
Sebagian orang cemas, sebagian yang lain marah,
Rahmad tidak segera pulang malah begadang dengan
temannya yang tak dijelaskan siapa.
Tepat tengah malam tadi dua orang polisi datang.
Mereka memberitahu ada mayat tertabrak kereta api,
dan dari KTP di dompetnya diketahui bernama Rahmad.
Sebagian orang memastikan ke tempat kecelakaan. Dan
benar mayat yang berlumuran darah itu memang
Rahmad."
Mendengar cerita itu semua diam. Semua membisu.
Semua larut dalam kesedihan yang dalam. Zahrana
masih pingsan.
***
Pagi harinya bukan pesta pernikahan yang digelar tapi
upacara belasungkawa kematian. Tak ada lagu bahagia.
Tak ada senyum dan canda. Tak ada gelak tawa. Yang
ada adalah mata yang berkaca-kaca dan rinai tangis
dalam jiwa.
Zahrana belum bisa menerima apa yang terjadi. la
masih pingsan berkali-kali. Lina berinisiatif membawa
Zahrana ke rumah sakit. Zahrana harus dijauhkan dari
suasana yang masih diselimuti sedih itu. Zahrana harus
dijauhkan dari rumahnya, di mana ia siap
melangsungkan akad nikah, namun tiba-tiba
menciptakan trauma baginya.
Lina membawa Zahrana yang masih pingsan ke RS.
Roemani. Lina memilihkan kamar VIP agar Zahrana bisa
beristirahat dengan nyaman. Menjelang Zuhur Zahrana
temannya yang tak dijelaskan siapa.
Tepat tengah malam tadi dua orang polisi datang.
Mereka memberitahu ada mayat tertabrak kereta api,
dan dari KTP di dompetnya diketahui bernama Rahmad.
Sebagian orang memastikan ke tempat kecelakaan. Dan
benar mayat yang berlumuran darah itu memang
Rahmad."
Mendengar cerita itu semua diam. Semua membisu.
Semua larut dalam kesedihan yang dalam. Zahrana
masih pingsan.
***
Pagi harinya bukan pesta pernikahan yang digelar tapi
upacara belasungkawa kematian. Tak ada lagu bahagia.
Tak ada senyum dan canda. Tak ada gelak tawa. Yang
ada adalah mata yang berkaca-kaca dan rinai tangis
dalam jiwa.
Zahrana belum bisa menerima apa yang terjadi. la
masih pingsan berkali-kali. Lina berinisiatif membawa
Zahrana ke rumah sakit. Zahrana harus dijauhkan dari
suasana yang masih diselimuti sedih itu. Zahrana harus
dijauhkan dari rumahnya, di mana ia siap
melangsungkan akad nikah, namun tiba-tiba
menciptakan trauma baginya.
Lina membawa Zahrana yang masih pingsan ke RS.
Roemani. Lina memilihkan kamar VIP agar Zahrana bisa
beristirahat dengan nyaman. Menjelang Zuhur Zahrana
siuman. Lina ada di sampingnya menenangkan. Setelah
minum air putih tiga teguk Zahrana menangis.
"Lebih baik aku mati saja Lin. Aku nyaris tidak kuat!"
katanya dalam pelukan Lina dengan terisak-isak.
"Sebut nama Allah ya Rana! Sebut nama Allah! Ingatlah
Allah! Bersabarlah! Mintalah kepada Allah agar musibah
ini diberi ganti yang lebih baik." Lina mencoba
menguatkan.
"Tapi aku bisa gila Lin. Aku bisa gila! Aku shock!
Daripada aku gila lebih baik aku mati saja!"
"Tidak, kau tidak akan gila. Kau akan baik-baik saja.
Percayalah ini ujian dari Allah untuk memilihmu menjadi
kekasih-Nya."
"Tak tahu aku harus bagaimana Lin."
"Sudahlah kau istirahat dulu. Tubuhmu sangat lemah.
Banyaklah berzikir. Dengan banyak berzikir hati akan
tenang!"
Dengan setia Lina menemani Zahrana. Segala usaha ia
kerahkan untuk menghibur teman karibnya itu.
"Anakmu bagaimana Lin, kalau kau di sini?" tanya
Zahrana.
"Tenang sudah ada yang mengurus. Anakku sedang
bersama kakek dan neneknya di Ungaran."
Tiba-tiba airmata Zahrana kembali keluar.
"Bahagianya punya anak. Kau beruntung Lin. Punya
suami baik. Anak lucu-lucu. Keluarga besar yang penuh
kasih sayang. Sementara aku. Jangankan anak. Suami
saja tidak punya. Baru mau punya sudah pergi...."
minum air putih tiga teguk Zahrana menangis.
"Lebih baik aku mati saja Lin. Aku nyaris tidak kuat!"
katanya dalam pelukan Lina dengan terisak-isak.
"Sebut nama Allah ya Rana! Sebut nama Allah! Ingatlah
Allah! Bersabarlah! Mintalah kepada Allah agar musibah
ini diberi ganti yang lebih baik." Lina mencoba
menguatkan.
"Tapi aku bisa gila Lin. Aku bisa gila! Aku shock!
Daripada aku gila lebih baik aku mati saja!"
"Tidak, kau tidak akan gila. Kau akan baik-baik saja.
Percayalah ini ujian dari Allah untuk memilihmu menjadi
kekasih-Nya."
"Tak tahu aku harus bagaimana Lin."
"Sudahlah kau istirahat dulu. Tubuhmu sangat lemah.
Banyaklah berzikir. Dengan banyak berzikir hati akan
tenang!"
Dengan setia Lina menemani Zahrana. Segala usaha ia
kerahkan untuk menghibur teman karibnya itu.
"Anakmu bagaimana Lin, kalau kau di sini?" tanya
Zahrana.
"Tenang sudah ada yang mengurus. Anakku sedang
bersama kakek dan neneknya di Ungaran."
Tiba-tiba airmata Zahrana kembali keluar.
"Bahagianya punya anak. Kau beruntung Lin. Punya
suami baik. Anak lucu-lucu. Keluarga besar yang penuh
kasih sayang. Sementara aku. Jangankan anak. Suami
saja tidak punya. Baru mau punya sudah pergi...."
Kata Zahrana sambil menangis memandang langit-langit
kamar rumah sakit.
"Sudahlah Rana. Sudahlah. Hanya belum tiba saatnya
saja. Nanti kalau tiba saatnya kau insya Allah akan
memiliki yang lebih baik dari yang aku miliki."
"Entahlah Lin, harapanku sudah pupus. Aku merasa
tidak bergairah hidup lagi."
"Tidak Rana. Kau tidak boleh pupus harapan. Ingatlah
Allah Mahaluas kasih sayang-Nya. Percayalah ini cuma
ujian kecil. Masih banyak hamba Allah di muka bumi ini
yang diuji dengan ujian yang jauh lebih besar dari yang
kaualami. Ayolah Rana, kau harus tabah! Kau harus
tegar! Kau harus kuat! Kau harus terus maju! Kau tak
boleh menyerah. Putus asa berarti kau menyerahkan
dirimu dalam perangkap setan!"
"Yah doakan aku ya Lin. Semoga aku kuat. Tapi bagiku
ini sangat berat!"
"Aku tahu ini berat, tapi aku yakin kau mampu
menghadapinya Rana. Aku yakin."
"Aku beruntung punya teman sepertimu Lina. Terima
kasih ya Lin...Kau baik sekali!" Lirih Zahrana dengan
mata berlinang-linang.
"Aku juga sangat beruntung punya teman sepertimu
Rana. Aku banyak belajar kesabaran dan ketegaran
justru darimu. Aku selalu berdoa agar kau bahagia."
Pintu diketuk. Seorang dokter berjilbab masuk. Dengan
ramah dokter setengah baya itu memeriksa kondisi
Zahrana. Semua keluhan Zahrana ia dengarkan dengan
kamar rumah sakit.
"Sudahlah Rana. Sudahlah. Hanya belum tiba saatnya
saja. Nanti kalau tiba saatnya kau insya Allah akan
memiliki yang lebih baik dari yang aku miliki."
"Entahlah Lin, harapanku sudah pupus. Aku merasa
tidak bergairah hidup lagi."
"Tidak Rana. Kau tidak boleh pupus harapan. Ingatlah
Allah Mahaluas kasih sayang-Nya. Percayalah ini cuma
ujian kecil. Masih banyak hamba Allah di muka bumi ini
yang diuji dengan ujian yang jauh lebih besar dari yang
kaualami. Ayolah Rana, kau harus tabah! Kau harus
tegar! Kau harus kuat! Kau harus terus maju! Kau tak
boleh menyerah. Putus asa berarti kau menyerahkan
dirimu dalam perangkap setan!"
"Yah doakan aku ya Lin. Semoga aku kuat. Tapi bagiku
ini sangat berat!"
"Aku tahu ini berat, tapi aku yakin kau mampu
menghadapinya Rana. Aku yakin."
"Aku beruntung punya teman sepertimu Lina. Terima
kasih ya Lin...Kau baik sekali!" Lirih Zahrana dengan
mata berlinang-linang.
"Aku juga sangat beruntung punya teman sepertimu
Rana. Aku banyak belajar kesabaran dan ketegaran
justru darimu. Aku selalu berdoa agar kau bahagia."
Pintu diketuk. Seorang dokter berjilbab masuk. Dengan
ramah dokter setengah baya itu memeriksa kondisi
Zahrana. Semua keluhan Zahrana ia dengarkan dengan
penuh perhatian. Sesekali dokter itu menghiburnya
dengan perkataan yang lembut dan menyejukkan.
Senyumnya mengalirkan kesembuhan.
"Jadi, ibu ini Ibu Zahrana yang pengajar di Fakultas
Teknik Universitas Mangunkarsa itu?"
Zahrana mengangguk.
"Berarti ibu kenal dengan anak saya ya?"
"Siapa nama anak Bu Dokter?"
"Namanya Hasan. Hasan Baktinusa."
"O kenal. Bahkan sangat kenal. Selamat ya Bu atas
diwisudanya Hasan sebagai wisudawan terbaik. Salam
buat Hasan. Semoga urusan beasiswanya lancar."
"Ya nanti saya sampaikan. Hasan sering sekali cerita
tentang Bu Zahrana. Terima kasih telah banyak
membantu anak saya."
"Sama-sama, Bu."
Pertemuan dengan dokter berjilbab yang ternyata
ibundanya Hasan itu membuatnya seolah bisa bernafas.
Dokter berjilbab itu juga bisa menyegarkannya dengan
sedikit cerita masa mudanya yang sebenarnya mirip
dengan Zahrana. Bu dokter bernama Zulaikha, biasa
dipanggil Bu Dokter Zul itu ternyata juga menikah
dalam usia yang sangat terlambat.
"Yang sudah terjadi biarlah berlalu. Diratapi seperti
apapun tak akan kembali. Jodoh itu terkadang
dikejarkejar tidak tertangkap. Tapi terkadang tanpa
dikejar datang sendiri. Yang paling penting adalah
dengan perkataan yang lembut dan menyejukkan.
Senyumnya mengalirkan kesembuhan.
"Jadi, ibu ini Ibu Zahrana yang pengajar di Fakultas
Teknik Universitas Mangunkarsa itu?"
Zahrana mengangguk.
"Berarti ibu kenal dengan anak saya ya?"
"Siapa nama anak Bu Dokter?"
"Namanya Hasan. Hasan Baktinusa."
"O kenal. Bahkan sangat kenal. Selamat ya Bu atas
diwisudanya Hasan sebagai wisudawan terbaik. Salam
buat Hasan. Semoga urusan beasiswanya lancar."
"Ya nanti saya sampaikan. Hasan sering sekali cerita
tentang Bu Zahrana. Terima kasih telah banyak
membantu anak saya."
"Sama-sama, Bu."
Pertemuan dengan dokter berjilbab yang ternyata
ibundanya Hasan itu membuatnya seolah bisa bernafas.
Dokter berjilbab itu juga bisa menyegarkannya dengan
sedikit cerita masa mudanya yang sebenarnya mirip
dengan Zahrana. Bu dokter bernama Zulaikha, biasa
dipanggil Bu Dokter Zul itu ternyata juga menikah
dalam usia yang sangat terlambat.
"Yang sudah terjadi biarlah berlalu. Diratapi seperti
apapun tak akan kembali. Jodoh itu terkadang
dikejarkejar tidak tertangkap. Tapi terkadang tanpa
dikejar datang sendiri. Yang paling penting adalah
dekat dengan Allah dalam keadaan susah dan bahagia.
Senang dan sedih."
Zahrana seperti mendapatkan suntikan darah segar.
Daya hidupnya tumbuh kembali. Dalam hati dia berkata,
"Ya benar. Yang sudah terjadi biarlah berlalu. Diratapi
seperti apapun tak akan kembali."
Sebelum pergi Bu Dokter itu berkata, "Ada nasihat
sangat bagus sekali dari Anton Chekov."
"Apa itu Bu?" tanya Zahrana pelan.
"Anton Chekov pernah menulis, 'Suatu saat kamu perlu
untuk tidak memikirkan kesuksesan dan kegagalan.
Jangan biarkan hal itu mengganggu dirimu!' ."
"Nasihat yang baik sekali Bu."
"Ya. Tidak ada salahnya untuk memperkaya jiwa
kaubaca juga karya-karya sastra."
"Terima kasih Bu atas semuanya."
* * *
Derita Zahrana ternyata tidak cukup sampai di situ.
Tanpa sepengetahuannya, di rumahnya terjadi musibah
kedua. Pak Munajat, ayahnya, yang memang telah renta
tidak kuat menahan tekanan batin. Ia terkena serangan
jantung. Dengan cepat ia dilarikan ke rumah sakit.
Namun tak tertolong. Nyawanya melayang di
perjalanan.Hari itu ia meninggal menyusul calon menantunya.
Berita kematian Pak Munajat tidak disampaikan kepada
Zahrana. Zahrana baru tahu setelah ia pulang dari
rumah sakit dengan jiwa yang telah kukuh.
Mengetahui ayahnya telah tiada ia menangis, namun
tidak sampai pingsan. Lengkap sudah penderitaan
Zahrana.
Berita pernikahan yang tidak jadi karena pengantin
lelakinya tertabrak kereta api itu dimuat koran
terkemuka Jawa Tengah, Suara Mahardika. Kematian
Rahmad yang mengenaskan masih diselidiki polisi. Polisi
menyelidiki saksi-saksi. Polisi mencurigai orang yang
menelpon Rahmad. Orang itu belum juga ditemukan dan
masih dalam pencarian.
Beberapa hari setelah itu teman-temannya
berdatangan mengucapkan bela sungkawa. Juga
temanteman dosen Fakultas Teknik. Hampir semuanya
datang.
Termasuk Bu Merlin dan Pak Karman. Zahrana sangat
kaget ketika Pak Karman datang. Di hadapan Zahrana
Pak Karman berkata pelan sekali,
"Saya ikut berduka. Semoga almarhum berdua diterima
di sisi-Nya. Saya berharap semoga gaun pengantinmu
benar-benar telah kaukembalikan ke Solo!"
Zahrana tersentak. Kata-kata Pak Karman bagai aliran
listrik yang menyengatnya. Kata-kata itu menguatkan
keyakinannya bahwa yang menterornya selama ini
adalah Pak Karman. Dan bagaimana bisa Pak Karman
tahu ia membeli gaun pengantin itu dari Solo.
Senang dan sedih."
Zahrana seperti mendapatkan suntikan darah segar.
Daya hidupnya tumbuh kembali. Dalam hati dia berkata,
"Ya benar. Yang sudah terjadi biarlah berlalu. Diratapi
seperti apapun tak akan kembali."
Sebelum pergi Bu Dokter itu berkata, "Ada nasihat
sangat bagus sekali dari Anton Chekov."
"Apa itu Bu?" tanya Zahrana pelan.
"Anton Chekov pernah menulis, 'Suatu saat kamu perlu
untuk tidak memikirkan kesuksesan dan kegagalan.
Jangan biarkan hal itu mengganggu dirimu!' ."
"Nasihat yang baik sekali Bu."
"Ya. Tidak ada salahnya untuk memperkaya jiwa
kaubaca juga karya-karya sastra."
"Terima kasih Bu atas semuanya."
* * *
Derita Zahrana ternyata tidak cukup sampai di situ.
Tanpa sepengetahuannya, di rumahnya terjadi musibah
kedua. Pak Munajat, ayahnya, yang memang telah renta
tidak kuat menahan tekanan batin. Ia terkena serangan
jantung. Dengan cepat ia dilarikan ke rumah sakit.
Namun tak tertolong. Nyawanya melayang di
perjalanan.Hari itu ia meninggal menyusul calon menantunya.
Berita kematian Pak Munajat tidak disampaikan kepada
Zahrana. Zahrana baru tahu setelah ia pulang dari
rumah sakit dengan jiwa yang telah kukuh.
Mengetahui ayahnya telah tiada ia menangis, namun
tidak sampai pingsan. Lengkap sudah penderitaan
Zahrana.
Berita pernikahan yang tidak jadi karena pengantin
lelakinya tertabrak kereta api itu dimuat koran
terkemuka Jawa Tengah, Suara Mahardika. Kematian
Rahmad yang mengenaskan masih diselidiki polisi. Polisi
menyelidiki saksi-saksi. Polisi mencurigai orang yang
menelpon Rahmad. Orang itu belum juga ditemukan dan
masih dalam pencarian.
Beberapa hari setelah itu teman-temannya
berdatangan mengucapkan bela sungkawa. Juga
temanteman dosen Fakultas Teknik. Hampir semuanya
datang.
Termasuk Bu Merlin dan Pak Karman. Zahrana sangat
kaget ketika Pak Karman datang. Di hadapan Zahrana
Pak Karman berkata pelan sekali,
"Saya ikut berduka. Semoga almarhum berdua diterima
di sisi-Nya. Saya berharap semoga gaun pengantinmu
benar-benar telah kaukembalikan ke Solo!"
Zahrana tersentak. Kata-kata Pak Karman bagai aliran
listrik yang menyengatnya. Kata-kata itu menguatkan
keyakinannya bahwa yang menterornya selama ini
adalah Pak Karman. Dan bagaimana bisa Pak Karman
tahu ia membeli gaun pengantin itu dari Solo.
Tiba-tiba firasatnya mengatakan kematian calon
suaminya ada hubunganya dengan SMS terakhir Pak
Karman. Dan pada hakikatnya, kata-kata Pak Karman
yang baru saja ia dengar adalah satu bentuk teror
dahsyat yang hendak melumpuhkannya saat itu. Tibatiba
kekuatannya bangkit. Ia merasa tidak boleh
terpancing. Ia harus bisa mengendalikan diri. Ia harus
menang. Ia harus tenang.
"Terima kasih berkenan datang Pak." Jawabnya dengan
pura-pura tidak memperhatikan perkataan Pak Karman.
suaminya ada hubunganya dengan SMS terakhir Pak
Karman. Dan pada hakikatnya, kata-kata Pak Karman
yang baru saja ia dengar adalah satu bentuk teror
dahsyat yang hendak melumpuhkannya saat itu. Tibatiba
kekuatannya bangkit. Ia merasa tidak boleh
terpancing. Ia harus bisa mengendalikan diri. Ia harus
menang. Ia harus tenang.
"Terima kasih berkenan datang Pak." Jawabnya dengan
pura-pura tidak memperhatikan perkataan Pak Karman.
0 komentar:
Posting Komentar